PENDAHULUAN
Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Dengan kata lain bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan upaya mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi, jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan tentang pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya.
Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan kriteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.
Di dalam Ilmu filsafat terdapat banyak aliran atau paham, diantaranya seperti aliran renaisance, rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme, existentialisme, dan masih banyak lagi. Antara aliran atau paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang sesuai dengan persoalan yang sedang kita hadapi. Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat saling mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita bisa menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa menggunakan paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita dapat menggunakan teorinya idealisme.
Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran filsafat idealisme, serta mencoba menuangkan informasi yang didapat ke dalam sebuah tulisan. Makalah ini hanya membahas masalah aliran idealisme.
Isi makalah terdiri dari:
1. Pengertian Idealisme.
2. Kaum Idealis.
3. Tokoh-tokoh dalam Aliran Idealisme.
4. Pembagian Kelompok daalam Idealisme.
5. Pemikiran Filosof Idealisme.
PEMBAHASAN
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
<A. Pengertian Idealisme
Idealisme diambil dari kata-kata “idea” (contoh asli, form archetype) aliran idealisme terdapat dalam lapangan epistimology (teori mengenal nadhariyyat al-ma’rifah), dan dalam lapangan metafisika (ma ba’da attabiah: filsafat yang meghubungkan dengan kebenaran reality sebagai imbangan dari epistimology dan ilmu-ilmu narmatif, yakni yang membicarakan tentang ukuran kebenaran dan keindahan).
Arti falsafi dari kata idealisme ditemtukan lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata ideal. W.E.Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata ide-ism lebih tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi. Sebaliknya, materialisme mengatakan bahwa materi itulah hal yang riil atau yang nyata. Adapun akal (mind) hanyalah fenomena yang menyertainya. Idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan. Dengan demikian, idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya sebagai sebuah mesin besar yang harus ditafsirkan sebagai materi, mekanisme atau kekuatan saja.
Idealisme menurut filsafat (philosophy) adalah sebuah teori tentang realitas dan pengetahuan yang menjelaskan tentang kesadaran, atau pemikiran yang immaterial (tidak bersifat kebendaan), dan mempunyai fungsi utama dalam aturan dunia. Secara lebih sempit menurut Teori Alamiah (metaphisycs) idealisme adalah pandangan bahwa semua objek fisik adalah terhubung dengan pikiran dan keberadaannya tidak terpisah dari pikiran yang sadar tentang objek itu.
Dengan demikian kesemuanya tercakup dalam pengertian, bahwa idealisme adalah suatu fikiran metafisika yang mengatakan bahwa pikiran atau roh mempunyai wujud (bentuk) sendiri yang terlepas dari alam semesta dan pikiran atau ide yang menjadi sumbernya.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
<a. Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayanngan atau penjelmaan saja.
bb. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
<c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
B. Kaum Idealis
B. Kaum Idealis
Dalam sejarah kuno, doktrin idealisme memiliki akar yang mendalam dalam sejarah pemikiran manusia, dan bentuknya bermacam-macam. Kata “idealisme” adalah salah satu kata yang memainkan peran penting sepanjang sejarah filsafat. Idealisme memainkan peran pertamanya dalam tradisi filsafat di tangan Plato, yang mengemukakan teori tertentu tentang akal dan pengetahuan manusia. Teori itu dikenal dengan nama “teori bentuk-bentuk Platonik”. Plato adalah seorang idealis. Tetapi idealisme Plato tidak berarti mengingkari realitas-realitas terinderai, tidak pula berati melepaskan pengetahuan empirikal dari realitas-realitas objektif yang tidak bergantung pada wilayah konsepsi dan pengetahuan. Tapi Plato mengukuhkan objektifitas pengetahuan rasional, yang mengungguli pengetahuan empirikal, dengan menegaskan bahwa pengetahuan rasional – yaitu pengetahuan tentang bentuk-bentuk umum, seperti mengetahui gagasan tentang “manusia”, “air” dan “cahaya”- mempunyai hakikat objektif yang tak bergantung pada proses akal (intellection).
Dalam sejarah modern, idealisme mengambil arti yang lain sama sekali dengan yang disebutkan di atas. Kalau idealisme Platonik sangat menekankan realitas objektif pengetahuan rasional dan empirikal sekaligus, maka idealisme dalam coraknya yang medern merupakan upaya untuk mengguncangkan asa realitas objektif dan memproklamasikan doktrin baru tentang teori pengetahuan manusia, yang melaluinya ia dapat menghapus nilai filosofis pengetahuan.
<C. Tokoh-tokoh dalam Aliran Idealisme
1. Plato (428-348 SM)
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2. George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley (1685-1753) yang dianggap sebagai Bapak Idealisme modern. Filsafatnya dianggap sebagai titik tolak bagi tendensi idealistik atau tendensi konseptual pada abad-abad terakhir filsafat. Inti idealisme dalam doktrin Berkeley dapat didapatkan dalam ucapannya yang sangat terkenal: “Esse est Percipi”, (untuk ada, berarti mengetahui atau diketahui). Dengan kata lain, sesuatu tak mungkin dinyatakan ada selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui. Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan indrawi. Dengan demikian kita harus percaya adanya jiwa dan gagasan itu. Segala sesuatau yang berada di luar lingkup pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang objektif, tidak ada karena tidak diketahui.
Berkeley menyatakan bahwa budi dengan persepsinya adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Menurut dia, ‘ada’ berarti ‘atau menjadi objek persepsi budi atau budi yang mempersepsinya’. Menurut dia, objek fisik itu berada hanya sejauh berada di dalam budi, yaitu sejauh dipersepsi oleh budi. Pandangan ini disebut idealisme. Berkeley menyatakan bahwa pernyataan mengenai objek fisik hanya dapat dimengerti dan dipahami artinya sejauh pernyataan itu dapat ditafsirkan sebagai pernyataan mengenai persepsi orang yang menangkapnya.
3. Immanuel Kant (1725-1804)
Kant mula-mula mengadakan penyelidikan tentang pengetahuan barang-barang (Ding an sich). Yang kita ketahui ini hanyalah reaksi dari penginderaan kita yang oleh Kant disebut sebagai phenomenen (gejala-gejala). Gejala-gejala yang kita anggap itu diterima oleh indera kita lalu oleh pengamatan indera ini diteruskan kepada akal kita melalui bentuk-bentuk pengamatan ruang dan waktu, kemudia hasil pengamatan itu diterima reaksinya dalam akal kita dan di dalam akal itu terdapat alat-alat pemikiran yang dinamakan kategori-kategori sebagai tempat memasak. Akhirnya dari masakan kategori-kategori itu kita dapatkan gambaran dari apa yang kita rasakan yang kita lihat dan dengar
4. George wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Hegel sangat mementingkan rasio, akan tetapi, kalau dikatakan demikian kita mengerti maksudnya. Yang dimaksud bukan saja rasio pada manusia perorangan, tetapi juga- bahkan terutama- rasio pada subjek Absolut, karena Hegel pun menerima prinsip idealistis, bahwa realitas seluruhnya harus disetarakan dengan suatu subjek. Suatu dalil Hegel yang kemudian menjadi terkenal berbunyi, “semuanya yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil”.
Dalil ini maksudnya ialah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran atau “Ide” menurut istilah yang dipakai Hegel, yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan Hegel lain lagi, realitas seluruhnya adalah lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio Hegel sengaja bereaksi atas kecondongan intelektual pada waktu itu yang mencurigai rasio sambil mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama dilihat di dalam kalangan “filsafat kepercayaan” dan dalam aliran sastra Jerman yang disebut “Romantik”
D. Pembagian Kelompok dalam Idealisme
a. Berkeleian Idealisme
Berkeleian Idealisme yang dibangsakan kepada Berkeley yang berpendapat bahwa analisis yang benar menunjukkan obyek material hanya semata-mata terdiri dari gagasan-gagasan (ideas), baik dalm ilmu Tuhan atau pada wakil-wakilnya sadar.
b. Transcendental Idealism (Idealisme Transendental)
Transcendental Idealism, istilah in berasal dari Immanuel Kant yang dalam teorinya tentang dunia eksternal. Kelompok ini terkadang jua disebut Critical Idealism. Ini merujuk kepada pendapatnya bahwa obyek-obyek pengalaman manusia, dalam pengertian benda-benda yang wujud dalam ruang dan bertahan dalam waktu tertentu, tidak lain daripada penampakan (appearances), dan tidak punya eksistensi yang terpisah di luar pemikiran manusia. Istilah transcendental menunjukkan penalaran Kant untuk pandangan ini, yakni bahwa hanya dengan menerimanya, kita baru mendapatkan pengetahuan apriori tentang obyek-obyek.
c. Idealisme obyektif
Idealisme obyektif juga terkadang disebut Idealisme Absolut. Ini adalah sejenis idealisme yang pertama sekali dikembangkan oleh Hegel. Jika Idealilsme Berkeleian dan Idealisme Transendental bersifat pluralistik (banyak), maka idealisme obyektif bersifat monistik (satu) denga mempertahankan bahwa seluruh yang ada merupakan bentuk dari akal yang satu, yaitu ‘Akal yang Absolut’ (Absolut Mind). Di samping Hegel, beberapa penganut Idealisme inggris, seperti Green, Bradley dan Basanquet adalah pengikut aliran ini.
< E. Pemikiran Filosof Idealisme
Pemikiran-pemikiran filosof Idealisme dalam hal ini akan membasah tentang Realitas, Pendidikan dan Pengetahuan.
1) Realitas
Menurut filsafat idealisme realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Parmenides, filosof dari Elea (Yunani Purba), berkata, “Apa yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak nyata” .
Plato, seorang filosof idealisme klasik (Yunani Purba), menyatakan bahwa realitas terakhir adalah dunia cinta. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mempu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tinngkah laku manusia. jiwa (mind) merupakan faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak memiliki apa-apa.
2) Pengetahuan
Seperti yang kita ketahui Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sendiri terletak di luarnya.
Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjanng sistematis, maka pengetahuan manusia tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis. Dalam teori pengetahuan dan kebenaran, idealisme merujuk pada rasionalisme dan teori koherensi.
Seperti yang dikutip dalam buku Henderson (1959: 215) mengemukakan bahawa:
Jadi, rasionalisme mendasari teori pengetahuan idealisme, mengemukakan bahwa indera kita hanya memberikan materi mentah bagi pengetahuan.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses atau usaha yang terancang atau sistematis dan berkepanjangan atau terus-menerus untuk mengembangkan potensi dari manusia yang akan membentuk kepribadian-pribadian yang baik.
Dalam hubungannya dengan pendidikan Power (1982: 89) dalam bukunya mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
2. Kedudukan siswa
Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungnan pendidikan siswa.
3. Kurikulum
Pendidikan liberal untuk mengembangkan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan.
4. Metode
Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
PENUTUP
Simpulan
Idealisme menurut filsafat (philosophy) adalah sebuah teori tentang realitas dan pengetahuan yang menjelaskan tentang kesadaran, atau pemikiran yang immaterial (tidak bersifat kebendaan), dan mempunyai fungsi utama dalam aturan dunia. Aliran Idealisme sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide.
Beberapa tokoh pada Aliran Idelisme adalah Plato (428-348 SM), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1725-1804), dan George wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831).
Ada tiga kelompok dalam Aliran Idealisme. Pertama, kelompok Berkeleian Idealisme yang dibangsakan kepada Berkeley. Kedua, kelompok Transcendental Idealism, istilah in berasal dari Immanuel Kant yang dalam teorinya tentang dunia eksternal. Dan yang ketiga, kelompok Idealisme obyektif, juga terkadang disebut Idealisme Absolut. Ini adalah sejenis idealisme yang pertama sekali dikembangkan oleh Hegel.
DAFTAR PUSTAKA
A. Fadhil, Nur. Pengantar Filsafat Umum. Medan: IAIN Press, 201.
A. Hanafi. Intisari sejarah Filsafat Barat. Jakarta Pusat: Pustaka Alhusna, 1981.
Bakry, Hasbullah. Sistematik Filsafat. Jakarta: Widjaja, 1961.
Baqri Ash-Shadr, Muhammad. Falsafatuna. Bandung: Mizan, 1993.
Hudi, P. Hardono. Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Organisme White Head. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
S. Praja, Juhaya. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana, 2003.
Surip, Muhammad dan Mursini. Filsafat Ilmu Pengembangan wawasan keilmuan dalam berpikir Kritis. Bandung: Cipta Pustaka Media Printis, 2010.
Usiono. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan. Medan: Perdana Publishing, 2012.
A. Hanafi, Intisari sejarah Filsafat Barat, (Jakarta Pusat: Pustaka Alhusna, 1981), h. 56
Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: Kencana, 2003), h.126
Muhammad Surip, dan Mursini, Filsafat Ilmu Pengembangan wawasan keilmuan dalam berpikir Kritis, (Bandung: Cipta Pustaka Media Printis, 2010), h. 87
Opcit, h. 88
Muhammad Baqri Ash-Shadr, Falsafatuna, (Bandung: Mizan, 1993), h. 72
Ibid, h. 73
Muhammad Surip, dan Mursini, h. 89
Muhammad Baqri Ash-Shadr, h. 73
P. Hardono Hudi, Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Organisme White Head, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h.71
Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, (Jakarta: Widjaja, 1961), h. 96
Juhaya, h. 129
Ibid, h. 129
Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, (Medan: IAIN Press, 2011), h. 116-117
Usiono, Aliran-aliran Filsafat Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), h. 104
Ibid, h. 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar